Tak Ada Kejelasan Ganti Rugi, LSM Robin Hood 23 Bersama LBH Adhiyaksa Pendamping Keluarga Ahli Waris di Kota Pekalongan Pasang Spanduk Sosialisasi Penutupan Jalan

LSM Robin Hood 23 Bersama LBH Adhiyaksa Pendamping Keluarga ahli waris dari almarhum Kadar-Kamaliyah sedang memasang spanduk berisi informasi rencana penutupan Jalan Truntum di Kelurahan Krapyak, Kota Pekalongan, Jum’at (15/3).

MAJALAHPEKALONGAN.COM, Kota Pekalongan – Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa yang menjadi pendamping keluarga ahli waris almarhum Kadar – Kamaliyah mulai melakukan sosialisasi penutupan sebagian Jalan Truntum di Kelurahan Krapyak, Kota Pekalongan kepada warga maupun pengguna jalan dengan cara memasang spanduk.

Bacaan Lainnya

Aksi itu terpaksa dilakukan setelah pihak pemerintah Kota Pekalongan dinilai tarik ulur terkait proses ganti untung kepada keluarga ahli waris yang tanahnya masih berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) dijadikan jalan umum dan dimasukkan sebagai aset milik negara.

“Kami lakukan tahapan sosialisasi dulu dengan memasang spanduk berisi informasi rencana penutupan jalan, tahap berikutnya nanti tidak sekedar sosialisasi saja, tapi juga ada persiapan penutupan jalan,” ujar Direktur LBH Adhyaksa Didik Pramono melalui sambungan telepon, Jum’at (15/3/2024).

Didik mengatakan selain melakukan sosialisasi melalui pemasangan spanduk di pinggir Jalan Truntum, pihaknya juga menemui warga setempat dan tokoh masyarakat dengan maksud menyampaikan rencana penutupan jalan.

Adapun terkait aksinya tersebut, Didik mengaku mendapat dukungan moral bahwasannya persoalan keluarga ahli waris dengan pemerintah Kota Pekalongan memang sudah seharusnya diselesaikan secara baik-baik tanpa mengabaikan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

“Beberapa warga sepuh juga merasa prihatin muncul persoalan yang menimpa keluarga ahli waris, padahal almarhum Kadar-Kamaliyah itu dikenal sebagai orang baik bahkan mushola di depan Kampungv Annajah hasil wakaf beliau,” kata Didik menjelaskan kesaksian warga.

Arwani (62) warga Kampung Annajah di Jalan Truntum membenarkan bahwa almarhum Kadar dan Kamaliyah merupakan sosok yang baik dan banyak membantu kepada masyarakat terutama orang kecil dengan sikapnya yang dermawan.

“Saya masih ingat dahulu beliau pernah mengumpulkan para tukang becak dan warga kurang mampu yang belum punya rumah pernah diminta untuk mencicil tanah miliknya dengan harga murah, kalau tidak salah Rp 1,25 juta,” ungkapnya.

Mantan buruh pabrik pengalengan ikan itu juga mengaku mendukung penyelesaian ganti rugi kepada ahli waris, karena apapun itu masih menjadi hak milik keluarga Kadar-Kamaliyah dan hampir semua warga sepuh di Kelurahan Krapyak tahu.

“Sebaiknya pemerintah Kota Pekalongan memang berkewajiban menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut-larut,” sebutnya.

Hal yang sama juga disampaikan tokoh masyarakat setempat, KH Chudori yang menyarankan agar persoalan tersebut segera diselesaikan. Dirinya tidak terlalu merasa keberatan kalau memang Jalan Truntum akan ditutup.

“Kami pada dasarnya tidak keberatan karena memang itu hak dari ahli waris. Asal masih disisakan jalan orang untuk lewat, sepeda atau motor ya tidak masalah karena itu memang tanahnya hak milik keluarga almarhum Pak Kadar,” jelas pengasuh pesantren setempat.

Sebelumnya diberitakan sebuah jalan di Kota Pekalongan sedang dipersoalkan oleh warga. Jalan umum yang berlokasi di Kelurahan Krapyak tersebut diklaim berdiri di atas tanah pribadi.

“Ya, tanah itu milik mertua saya seluas 815 meter persegi yang sekarang menjadi bagian dari Jalan Truntum,” ungkap Sri Astutik (52), Rabu (7/2/2024).

Warga Jalan Teratai Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur itu mengatakan tanah yang sebelumnya berupa kebun kosong itu berstatus hak milik atas nama almarhum Kadar dan Kamaliyah.

Keduanya merupakan orang tua dari suaminya yang menjadi ahli waris bersama empat saudaranya yang lainnya. Suaminya anak bungsu dari lima bersaudara.

“Almarhum pernah cerita tanah itu dibangun jalan oleh pemerintah Kota Pekalongan namun sampai sekarang belum dibayar,” katanya menjelaskan.

Ia mengatakan pernah bermaksud mengurus warisan keluarga suaminya, namun oleh pemerintah Kota Pekalongan justru ditawari surat wakaf tanpa opsi ganti rugi. Padahal almarhum ada wakaf tanah juga di lokasi sama yang sekarang berdiri masjid.

“Sesuai kesepakatan semua keluarga ahli waris, tanah itu harus diurus dan diselesaikan. Makanya saya dan suami memasrahkan urusan ini ke LBH Adhyaksa,” ujar Astutik kepada majalahpekalongan.com. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *