LSM Robin Hood 23 Konsisten Kawal Jalan Sidang Kasus Dugaan Mafia tanah (14/05)
MAJALAHPEKALONGAN.COM,KOTA PEKALONGAN – Leni Setyawati (74) dan tiga anaknya sedikit bernapas lega saat duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Pekalongan. Keempat terdakwa kasus pidana dugaan penyerobotan tanah itu melihat kesaksian yang meringankan dari dua tetangganya.
Tetangganya Arrofiq (48) dan Riswanto (46) hadir sebagai saksi meringankan untuk keluarga Leni. Keduanya menerangkan bahwa keluarga Leni sudah lama bertempat tinggal di lahan seluas 1.433 m2 di Jl Kartini, Kota Pekalongan yang disengketakan dengan Felly Anggraini Tandapranata.
“Apa yang disampaikan itu hanya membenarkan bahwa pemilik lahan, tanah dan pengguna di situ adalah almarhum Lukito (suami Leni) dan ahli warisnya. Tidak pernah ada pihak lain yang mengklaim itu miliknya,” kata kuasa hukum terdakwa, Nasokha usai sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agus Maksum Mulyo Hadi, Selasa (14/5).
Ia menyebut Arrofiq merupakan tetangga yang sejak lahir tinggal di sekitar Jalan Kartini. Lalu Riswanto (46) pernah menjadi driver almarhum Lukito. Namun keduanya memang tidak tahu tentang perihal jual beli.
Nasokha menganggap keterangan dari para saksi menguntungkan pihaknya. Sebab, inti keterangan kedua saksi adalah pihak yang menguasai lahan itu, Leni dan keluarganya.
“Ada kesaksian keluarga almarhum Lukito sudah menguasai sejak dulu sampai sekarang, tidak pernah ada pihak lain yang mengklaim. Sekalipun itu pernah ada pemasangan plang, bahkan police line. Bahkan sekarang sudah tidak ada. Dan tidak ada teguran kenapa police line dicabut, jadi kalau bicara hukum ya itu miliknya terdakwa,” jelasnya.
Nasokha menyebut para saksi tahu aktivitas di rumah dan tahu jika keluarga Leni merupakan pemilik. Ia yakin kesaksian itu bisa memperkuat keyakinan Majelis hakim bahwa pemiliknya adalah Leni dan keluarganya.
Saksi Riswanto (46), merupakan driver freelance Lukito sejak 1999-2013. Riswanto selalu diminta mengirimkan bunga melati ke Cirebon (Pabrik Teh Upet).
Untuk menguatkan posisi para terdakwa, pihaknya akan mendatangkan saksi ahli hukum pidana pada sidang berikutnya.
“Kami datangkan mantan Kompolnas minggu depan,” jelasnya.
Sebelumnya, satu keluarga di Kota Pekalongan yang jadi terdakwa adalah Keempatnya dilaporkan Felly Anggraini Tandapranata dengan dugaan penyerobotan tanah di tanah serta bangunan di Jalan Kartini.
Objek sengketa adalah lahan seluas 1.433 m2 di Jl Kartini, Kota Pekalongan. Lahan itu ada dua sertifikat dengan luas 1.013 m2, dan 420 m2. Di lokasi itulah keluarga para terdakwa tinggal serta usaha keluarga berdiri.
Kasus itu bermula dari usaha bisnis suami Lwni, Lukito Lutiarso dengan Pabrik Teh milik Tan Pek Siong. Pada 1994, suaminya, Lukito Lutiarso kesulitan keuangan dan meminta bantuan Tan Pek Siong untuk menebus sertifikat tanahnya di bank.
Saat itu, rekanan suaminya mengutus anaknya, Hidayat Pranata, untuk membantu menebus tiga sertifikat. Rinciannya dua sertifikat di Jalan Kartini (yang sekarang jadi sengketa) dan sertifikat tanah seluas 420 m2 di Jalan Bandung.
Akhirnya dibantu anaknya Pak Siong, yaitu pak Hidayat, dengan nominal Rp400 juta dimana 3 sertifikat di dua lokasi itu akhirnya bisa ditebus. Lalu sertifikat diubah atas nama pak Hidayat, ada akta jual beli (AJB).
Keluarga Lukito Lutiarso tetap menempati serta membuka usaha di dua lokasi itu dengan sistem pinjam pakai dengan perjanjian di hadapan Notaris Ida Yulia. Perjanjian pinjam pakai itu ditandangani keduanya pada 1997.
Lalu pada 2007, Lukito Lutiarso, membayar sebesar Rp200 juta pada Hidayat. Ia mendapatkan kembali sertifikat tanah di Jalan Bandung seluas 420 M2. Dalam waktu seminggu, sertifikat itu sudah balik nama lagi jadi Lukito Lutiarso.
Pada 2019, Hidayat Pranata meninggal dunia. Lalu, suaminya juga punya itikad baik. Lukito sempat berkonsultasi pada seseorang bernama Suryo untuk menghitung biaya menebus sisa sertifikat yang masih ada di tangan keluarga koleganya itu. Namun belum sempat menebus, Lukito Lutiarso meninggal dunia pada 2021.
Setelah itu pihak keluarga ahli waris Hidayat mengklaim bahwa tanah milik mereka. Pihak keluarga memutuskan untuk menggugat secara perdata, sebagai upayanya mempertahankan tanah keluarganya. Proses perdata berlangsung di tingkat pengadilan negeri hingga kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Diakuinya bahwa hingga kasasi, pihaknya selalu kalah.
Namun pihak keluarga tidak menyerah dengan mengajukan upaya pengajuan kembali (PK) yang putusannya belum turun hingga saat ini.