SGT (42) didampangi LBH Adhiyaksa menunjukkan buku rekening bank tempat dirinya menjadi nasabah sekaligus debitur, Senin (1/7/2024).
MAJALAHPEKALONGAN.COM, PEKALONGAN – Seorang nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Pekalongan berinisial SGT (42) mengaku menjadi korban dugaan penyelewangan perbankan setelah menandatangani dokumen pencairan Kredit Usaha Pedesaan Rakyat (Kupra). Ia mengungkap tidak merasa menerima maupun memanfaatkan uang tersebut namun tetap diminta mengangsur.
“Saya bingung tidak merasa mengajukan pinjaman baru tapi disuruh tanda tangan. Kemudian setelahnya diminta mengangsur dengan alasan semuanya sudah diatur dan tidak perlu khawatir,” ujar GT (42) kepada pantura24.com senin (1/7/2024).
Ia pun membeberkan peristiwa yang merugikan dirinya tersebut bermula dari niatnya mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 50 juta ke BRI pada 2021 dan disetujui pencairannya Rp 45 juta dengan kewajiban mengangsur sebesar Rp 1,5 juta per bulan selama jangka waktu tiga tahun.
Setelah angsuran berjalan dua tahun, muncul persoalan keterlambatan setoran satu bulan. Oleh pihak bank diminta penyelesaiannya di kantor, lalu dirinya diminta menandatangani dokumen pencairan baru Kredit Usaha Pedesaan Rakyat (Kupra) sebesar Rp 50 juta dengan angsuran lebih murah sebesar Rp 1,390 juta selama lima tahun.
“Awalnya saya bingung diminta ke kantor untuk menyelesaikan tunggakan satu bulan malah disuruh tanda tangan pencairan kredit baru, saya sempat minta penjelasan namun tidak diberikan jawaban yang memuaskan dan justru disuruh tenang tak perlu khawatir karena semua sudah diatur,” katanya.
Karena masih penasaran dirinya berinisiatif menanyakan persoalan tersebut ke Kantor BRI Tirto dan Wiradesa, namun jawabannya semua sama bahkan membuat kaget karena rekening tersebut ternyata dalam kondisi dibekukan dan menjadi urusannya Kantor BRI Buaran.
“Saat masih masih ngansur KUR, saldo sisa ada Rp 12 juta tidak bisa diambil atau terblokir. Hal yang sama juga terjadi di akad kredit yang baru uangnya juga tidak bisa diambil, karena bingung tetap haarus ngangsur akhirnya saya biarkan saja wong tidak bisa ngambil uangnya,” katanya menjelaskan.
Yang ia sesalkan uang transfer dari saudara maupun teman sebesar Rp 3,5 juta dan Rp 1,5 juta ikut lenyap tidak bisa dicairkan baik melalui buku rekening maupun ATM, padahal semua transaksi mulai dari catatn KUR, Kupra dan transfer dari luar tercatat dalam rekening koran maupun buku tabungan.
SGT menjelaskan selain persoalan rekening kredit, dirinya juga memiliki rekening BRI lainnya yang juga terdapat banyak keganjilan seperti pada 2021 ada uang masuk sebesar Rp 274 juta yang kalau ditambahkan dengan saldo mengendap sebesar Rp 25 juta totalnya menjadi Rp 299 juta. Kemudian di periode yang sama ada penarikan uang sebesar Rp 298 juta tanpa saya ketahui dari mana asalnya.
Kemudian di 2023 juga ada uang masuk lagi entah dari mana sebesar Rp 164.729.500 lalu lagi-lagi di periode yang sama ada lagi penarikan uang Rp 10,7 juta. Lalu masih banyak lagi transaksi janggal yang tidak bisa disebutkan semuanya, namun yang jelas dirinya tidak bisa mengakses rekening sendiri.
“Saya ini pegang buku dan ATM tapi tidak tahu siapa yang menjadikan rekening atas nama saya digunakan transaksi oleh orang lain yang tidak diketahui. Saya juga bingung tercatat sebagai nasabah di kantor BRI Buaran tapi di buku tabungan tercetak Kantor BRI Tirto ,” jelasnya.
Lantaran takut dan khawatir dirinya pun meminta bantuan hukum ke LBH Adhyaksa agar didampingi untuk menyelesaian persoalannya karena angsuran Rp 50 juta yang tidak ia kehendaki sangat membebani.
Sementara itu Kepala Cabang Bank BRI Pekalongan, Purwanto saat dihubungi melalui sambungan telepon mengaku belum mengetahui adanya kasus tersebut dan ia pun meminta izin untuk mengeceknya.
“Saya belum mengetahui itu, maaf saya cek dulu ya mas, saya cek dulu,” katanya sambil menutup pembicaraan.
Dikutip dari www.pantura24.com